Ini saya lakukan untuk menebus janji saya dalam hati. :D
Yeah... dua tahun sudah saya dan teman-teman menciptakan
sebuah game bernama Jagoan Lalu Lintas. Dalam blog saya sebelum saya pernah
menyinggung soal game ini. Ya mungkin banyak (hahah, emang siapa? :P) yang penasaran
gimana sih kok bisa sampai terbentuk jagoan lalu lintas. Emang gimana? Oke baiklah. Mungkin anda perlu menghidangkan popcorn, atau
marning, atau keripik singkong, atau camilan apalah untuk menemani cerita ini
karena ceritanya paaaaaaaanjaaaaaaaang sekali. Huft. Boleh juga anda menyiapkan
tissu atau baju anda kalo kepepetnya ga ada alat yang bisa digunakan untuk
mengusap peluh dan air mata karena mungkin cerita ini akan mengharu biru cetar
membahana badai. Lebay mode on.
Siaaaaaaap! Jangan lupa, Pastikan bunyi klik untuk
mengencangkan gesper helm Anda.. lho? Opo iki? Lhah ini adalah bagian dari
level 1 jagoan lalu lintas masbrow. Bab pengenalan helm. Silakan dicoba-coba,
diinget-inget dan temukan dimana part ini berada.. heheheeeey.
Ehmmm ehm.. Mas mas dan mbak-mbak sekalian. Adik-adik
tercintah. Bapak ibu yang saya hormati,
Adalah petualangan kami bermula dari sebuah ide yang
dicetuskan saat mata kuliah Psikologi Sosial semester 2. Saya, Ardias Nugraheni
dan Diany Ufieta secara kebetulan berada
dalam sebuah halaqoh diskusi. Kami diminta untuk mendiskusikan sebuah topik menarik dari dosen paporit kami Prof. Djamaluddin Ancok yang kece abis itu, yaitu “How to make people obey traffic regulation”. Topik ini seru abeis buat dibahas. Kami antuasias sekali berdiskusi. Ya secara ya cyyn kita itu pengguna lalu lintas. Peramai lalu lintas. Yang bikin semrawut kan kita-kita juga. Entah karena kita nggak disiplin, entah karena ikut-ikutan orang ngelanggar lampu merah, entah karena polisi ga ada trus seenaknya ga pake helm, entah entah dan entaaaaaaahhh apa yang terpikir dalam benak kita sehingga ada saja godaan untuk melanggar lalu lintas.
dalam sebuah halaqoh diskusi. Kami diminta untuk mendiskusikan sebuah topik menarik dari dosen paporit kami Prof. Djamaluddin Ancok yang kece abis itu, yaitu “How to make people obey traffic regulation”. Topik ini seru abeis buat dibahas. Kami antuasias sekali berdiskusi. Ya secara ya cyyn kita itu pengguna lalu lintas. Peramai lalu lintas. Yang bikin semrawut kan kita-kita juga. Entah karena kita nggak disiplin, entah karena ikut-ikutan orang ngelanggar lampu merah, entah karena polisi ga ada trus seenaknya ga pake helm, entah entah dan entaaaaaaahhh apa yang terpikir dalam benak kita sehingga ada saja godaan untuk melanggar lalu lintas.
Well, kalo ditanya kenapa kok banyak terjadi pelanggaran
pasti dan yakin kita bakalan menyalahkan faktor eksternal. Nyalahin lingkungan.
Ga ada marka lah. Rambunya ga nyala lah. Rambu ga kelihatan lah. Nyalahin
penegak hukum yang ga komit untuk menegakkan hukum.
Ribuaaaan alasan. Ya maklum deh namanya manusia, fitrohnya suka defense, suka
denial. Hehe. Sukaaaaaaa banget nyalahin polisi yang katanya nih mudah disogok.
Kalo ngelanggar lampu merah, kalo ga pake helm tinggal bayar aja. Pasal 50
katanya. Maksudnya tinggal keluarin duit 50 ribu aja kalo kena tilang dan males
sidang. Udah jadi rahasia umum ini. Semua juga gitu kok. Tuh buktinya pada
ngelanggar didiemin ajah.
Heeeemmm. Kalo menurut saya ini sih permasalahan krusialnya
justru ada pada faktor internal manusianya, ya pengguna ya penegak hukumnya.
Dua-dua nya punya kontribusi. Kalo soal pembenahan sikap polisi sih itu urusan
polisi ya, institusi ini pasti punya mekanisme untuk menghilangkan stereotip
“mudah disogok kalo ditilang” melalui berbagai upaya. Tapi sebagai mahasiswa
psikologi, kapasitas kami ada pada penanaman sikap tertib lalu lintas pada
individu yang menjadi pengguna lalu lintas. Mereka perlu tahu dong, kalo ga
tertib berlalu lintas itu urusannya sama nyawa bung! Berapa nyawa coba yang
melayang setiap harinya gara-gara ga mematuhi keselamatan lalu lintas. Berapa
orang yang akhirnya cacat, ga produktif gara-gara kecelakaan. Statistik sudah
bicara bung. Mau NGELES?
Oke... slow mbak...
Huft. Sory nih malah jadi esmosi. Haha. Yang nulis lagi PMS
soalnya... :D
Okeee... lanjuuut.
Jawaban dari “How to make people obbey traffic regulation”
tentu saja beragam. Ada yang menekankan soal punishment yang berat bagi
pelanggar. Berat dalam hal sanksi sosial. Emm actually ini sih salah satu
ide konyol saya yang kayaknya nekad saya posting di milis. Tapi mungkin juga
malah ga jadi saya posting saking konyolnya. Lhah saya udah lupa. Hehe. Tapi
saya bener-bener kasih ide ini waktu diskusi. Saya bilang biar pada jera ga
ngelanggar lampu lintas, kita pasang aja kamera di tiap traffic light. Kasih
sensor pelanggar. Kalo yang ngelanggar dicapture wajahnya. Trus dicetak segede
spanduk. Trus dipasang deh disana. Bisa
dibayangin kan gimana malunya... ^^
Dari diskusi kami itu, kami kemudian mengklasifikasi beberapa
intervensi menurut usia agar lebih efektif membuat orang-orang taat, tertib dan beretika ketika berlalu lintas. Dari usia anak-anak, remaja hingga
dewasa. Salah satunya adalah menginternalisasi pendidikan tertib lalu lintas
melalui game pada anak-anak. Menurut kami cara ini bisa jadi salah satu cara yang
efektif. Karena, jika pendidikan tertib berlalu lintas ditanamkan sejak dini
maka sepuluh tahun kemudian jika anak-anak sudah menjadi pengendara diharapkan
mereka jadi lebih aware terhadap keselamatan diri sendri maupun orang lain. Apalagi
diedukasi dengan cara yang fun, melalui game. Anak kecil mana sih yang ga suka
yang gede aja suka? :D Dan, dari sekian banyak ide yang tercetus, entah siapa
yang mencetuskan, mungkin saya, mungkin tata, mungkin dias, ide membuat edu
game buat pendidikan tertib lalu lintas ingin benar-benar direalisasikan oleh
teman saya Ardias. Dia berjanji dalam hati bahwa ide ini harus diwujudkan. Ini
mimpinya! Harus menjadi kenyataan! Harus!!!!
Setahun berselang. Mimpi itu masih saja membayang di benak
teman saya Dias. Dia ingin ide ini direalisasikan dalam PKM (Program Kreativitas
Mahasiswa) yang agung itu biar kami dapat dana untuk membiayai pembuatan game
ini. Pasti ada yang tanya, PKM itu apa sih? Oke, simak ini baik-baik ya. Jadi
PKM itu adalah ajang perhetalan kaum intelektual muda, para akademisi lintas
ilmu yang mempertaruhkan kecerdasannya melalui ide-ide orisinil nan
cemerlang yang membawa kemanfaatan bagi
hajat hidup orang banyak sesuai sila-sila Pancasila. Terus terang otak saya yang
pas-pas-an ini cukup megap megap mencerna akronim itu jadi segini saja
penjelasannya, jika masih belum jelas tanyakan saja pada mbah gugel, kalau mbah
gugel geleng kepala tidak tahu, tanyakan saja pada mbah dukun.Oke!
Charlie's angel. halah.. Dari kanan, saya, dias dan tata. |
Putaran PKM tahun berikutnya begitu ramai dipublikasikan. Dias
sudah tidak tahan. Otaknya panas, hatinya mendidih, tekadnya bergejolak. Kali
ini harus terwujud begitu kata hati Dias. Well. Saya terkintil-kintil seperti
anjing diiming-imingi belulang sapi saat mengikuti Dias mengejar impiannya itu.
Kami, saya dan tata betul-betul dikomporinya untuk segera merealisasikan ide
game lalu lintas. Omigooot. Mulutnya Dias ini sungguh kayak kompor mleduk. Provokatif dan
persuasif sekali. Bikin saya ternganga-nganga kala mendengarkan argumennya
tentang manfaat game ini. Tentang potensi kami menuju pimnas dan kata Dias nih kalo
kami bisa presentasi di pimnas langsung bisa ujian skripsi dengan lancar.
Syuuurga banget deh.
Tapi toh untuk menggapai mimpi sesurga itu tak semudah
menggapai rambutan yang tinggal jinjit ato pake genter aja uda bisa nyampe
ranting yang penuh dengan gerombolan rambutan merah penggugah selera. Proses
ini saya rasakan cukup berdarah-darah dimulai dari pembuatan proposalnya saja.
Ya.. dari pembuatan proposal saja kami dihadapkan pada tantangan setinggi gunung.
Baru bikin proposal jalannya uda berliku. Saik kan mamen!!! *tsaaaaah. *kibasin
rambut, eh saya berkerudung ding jadi kibasin ekor ajah.. lho? :D
Kenapa berliku?
Pertama karena saya, dias dan tata merupakan kumpulan manusia
humaniora yang tentu saja gelap soal produksi game. Manalah kami tahu soal itu.
Jadilah kami menguber ke segala penjuru yang potensial didiami programmer game.
Kedua. Untuk bisa menemukan para programmer ini bikin
keriting deh. Jadi awalnya Dias memberikan kriteria programmer dengan
background jurusan Teknik Elektro. Harap diketahui bahwa di kampus Teknik
Elektro UGM ada juga Jurusan Teknik Informatikanya, jadi menurut instingnya
Dias, kesanalah kami akan mencari. Sebetulnya pas awal-awal akan bikin proposal
sudah ada kakak kelas Dias yang direncanakan turut bergabung. Menurut Dias mas ini
miliki keahlian bikin game. Tapi ternyata kami tidak berjodoh dengan si mas
ini. Hmmm.
Teman seangkatan Dias lainnya yang kuliah di jurusan Elektro
dan digadang-gadang bisa kami ajak bekerjasama pada mental semua. Mereka tidak
bisa bergabung dengan berbagai alasan dari mulai urusan teknis hingga non
teknis. Usaha saya untuk mencari programmer juga nihil. Berkali-kali saya mencoba
menghubungi teman masa SMP dan SMA dulu, tapi ternyata mereka sudah terlibat
dalam proyek PKM sendiri. Saya kemudian menghubungi teman yang jujur saja saya
lupa siapa namanya. Hehe. Dia saya mintai tolong untuk mencarikan rekomendasi
programmer. Akhirnya oleh teman saya
yang sungguh saya lupa namanya ini, saya diinstruksikan untuk menghubungi teman
SMA kami yang canggih otaknya di bidang Ilmu Komputer, namanya Ahmad Priatama.
Saya hubungi mas Ahmad ini, tapi sayang karena otaknya yang terlalu canggih ia
sudah memegang 2 proyek PKM sekaligus kala itu. Kalau saya tidak keberatan, ia mau
saja terlibat dalam proyek ini. Ehm tapi kami berbijaksana untuk tidak menambah
beban Ahmad. Ya sutra lah. Usaha untuk mendapatkan Ahmad nihil. Oya sekarang saya
ingat nama teman saya yang merokemendasikan Ahmad, namanya Riris. Hidupnya
pernah diselamatkan Ahmad kala kuliah dulu. Proyek yang ia kerjakan bersama
teman-teman sekelompoknya disempurnakan Ahmad dalam waktu 1 hari saja dan kabar
baiknya ia mendapatkan nilai B dari dosen killer yang kalau kasih nilai hanya
mentok di C. Kabar baiknya lagi, Ahmad kini jadi teman satu kantor saya yang
baiiik sekali hatinya. Allah baik sekali yah :D
Apa kabar dengan Tata? Dia sebenernya sempoyongan juga
mencari programmer dan setelah Dias mentok karena teman terakhir rekomendasi Dias
menolak bergabung karena kebanyakan proyek, Tata akhirnya muncul dengan ide
brilian.
“Kenapa kita ga bikin kemitraan sama perusahaan software
game skala lokal?”
Wait. Kok ga kepikir ya. Bener juga! Oke langsung eksekusi!
Cariiii!!! Serbuuuuu!
Tapi etapi pertanyaan yang brilian ini ternyata kembali
menggiring kami pada kemumetan karena kami belum punya referensi. Walhasil kami
sibuk menghubungi teman-teman kami lagi. Saya lagi-lagi mentok. Saya pesimis proyek ini akan berhasil sebab batas waktu pengumpulan proposal tinggal menghitung hari dan kami tak kunjung bisa menggandeng programmer. Tapi ternyata Allah memberikan
jalan terang di tengah optimisme kami yang sudah menggiriskan kadarnya. Tata
menyodorkan sebuah nama yang harus kami hubungi. Namanya Rafdi, mahasiswa MIPA
yang punya wewenang di Omah IT, salah satu pengembang software lokal. Saya mencoba
merecall memori saya. Mengendus namanya membuat saya ingat akan sesuatu. Yap!
Ia adalah teman yang saya temukan di sebuah proyek PKM kakak angkatan, dimana saya
terlibat sebagai fasilitator. Karena saya mengenal Rafdi jadilah saya yang
ditumbalkan teman-teman untuk menghubungi Rafdi. Mereka berdalih saya sudah
punya link dengan Rafdi tentu akan lebih mudah untuk meminta bantuannya (baca:
merayunya) pinta kedua teman saya ini sambil mengerjap ngerjap. Pahiiit banget
kan? Kenapa gitu? Lhah soalnya kami beda operator mamen! Dan saya sering gatal
jika harus bertele-tele dengan SMS. Bagaimanalah saya tak jatuh miskin jika
bertelepon puluhan menit tanpa gratisan? Yanasib...
Lelah mencari programmer yang kami harapkan membuat kami
berada di titik kepasrahan dan justru di titik ini Allah mempermudah jalan
kami. Ternyata mudah saja untuk menghubungi Rafdi. Step pertama aman. Hidung
saya mekar. Kabar baiknya ia tak bergabung dalam PKM manapun tahun ini. One
step closer. Saking senangnya badan saya melebar. (ya kalok ini mah emang uda
lebar dari sononya, hahah). Bayang-bayang PKM kami akan lolos Pimnas memburu
kami. Mata kami berbinar-binar.
Singkat cerita kami bertiga akhirnya bikin janji menemui
Rafdi. Rafdi, masih saja sama seperti saat saya menjumpainya dulu. Tersenyum
hangat menyambut kami. Saat kami utarakan maksudnya, ia dengan senang hati
mengiyakan pinangan kami. Merdu sekali kata-kata itu berdenging di telinga saya.
Hanya saja ia mengatakan jika kapabilitasnya kurang oke di bidang game. Menurut
Rafdi ada temannya yang lebih berbakat, namanya Firdaus Ismail Sholeh alias
Mail. Sungguh rendah hati dan realistis si Rafdi ini. Ia berbaik hati memanggil
Mail untuk bergabung dalam forum kecil kami. Dan bagai mendapat durian runtuh,
Mail yang brilian di bidang game, memenangkan berbagai kompetisi berbasis IT
pula, dengan senang hati, tersenyum lebar, selebar badannya, ups!!! :D mengatakan bahwa ia
bersedia bergabung dengan kami. Ia berjanji akan mencarikan 1 orang personel
lagi yang memiliki kemampuan di bidang art. Ohh kala itu tubuh saya seperti kempes
lagi saking leganya.. hohohooo.
Masih akan dilanjutkan kok. Sabar yah. Orang sabar jalan rizkinya lebar.. hehe. Amiiin. ^^
kaaa... aku baca ini ketawa-ketawa sendiri, padahal di depanku temen2ku pada presentasi.ayo lanjutin part-part selanjutnya...
BalasHapusby the way "Ahmad kini jadi teman satu kantor saya yang baiiik sekali hatinya. Allah baik sekali yah"
BalasHapusehem...