Kamis, 18 Desember 2014

CURHATAN SEORANG SINGLE

Maka ketika kamu single, available, apalagi paling junior diantara temen-temen kantormu maka bisa dipastikan hari harimu akan diisi dengan bulan-bulanan dari seniormu. Oke. It's happen to me. Everyday baby. huft. Take a deep breath...

Sebenernya nggak papa sih.. Itu adalah ekspresi perhatian dari senior senior saya dan sejujurnya saya juga bahagia dengan perhatian dari mereka. Hahahhaha. Tapi kalau udah mulai ngejodoh-jodohin sama temen kantor yang nggak gue banget, udah deh. Bikin Bete! Jadi, mentang-mentang saya single, mereka main sodor-sodorin orang ke saya. Goda-godain. Jahilin saya. Aduh. Males dah tuh kalau begitu. Saya jadi bulan-bulanan di kantor. Kayaknya mereka bahagia banget gitu kalau sesi mem-bully saya urusan jodoh. Sabar-sabar...
 
Tapi kadang di sesi lain, mereka memberikan wejangan kehidupan pernikahan pada saya. Dan ini berharga sekali. "It was not easy to get marriage life as happy as you think!Nikah itu nggak cuman modal cinta doang. Menikah itu soal willingness dan readiness. Willingness kamu bagus tapi kamu nggak bisa terima orang apa adanya sesuai kelebihan dan kekurangannya ya sama aja bohong. Pokoknya jangan sampai dipaksakan. Jangan sampai kenyamananmu adalah kenyamanan semu. Itu dari perspektif psikologisnya. Adalagi yang kasih wejangan berbau agama. Tentang bagaimana memantaskan diri dari sisi spiritual. Tentang bagaimana menyampaikan niatan menikah dengan cara yang syar'i. Oke, semua saya telen bulat-bulat. Hari-hari saya di kantor dipenuhi wejangan pernikahan. Hmmm..
 
Mas mbak kawan kantor saya tercinta, terimakasih atas segala perhatiannya. Sungguh saya sangat bersyukur atas hal ini. Begitu perhatiannya kalian terhadap saya. Menjaga saya dengan baik. Tapi percayalah si bungsu yang agak keras kepala ini tahu lelaki macam apa yang ia inginkan. Sosok seperti apa yang menurutnya nyaman. Mungkin mas dan mbak berpikir saya ini pemilih. Ya memang saya banyak berpikir tentang pasangan hidup. Berusaha mencari yang paling nyaman. Berusaha untuk tidak memaksakan suatu hubungan. Karena seperti yang mas dan mbak katakan bahwa kehidupan pernikahan itu tidak mudah. Saya pun berusaha mencari pasangan yang seimbang. Pasangan yang bisa menghargai saya dengan profesi yang menjadi passion saya. Pasangan yang mau bertoleransi terhadap keimpulsifan saya. Pasangan yang membuat saya menjadi apa adanya. Pasangan yang memiliki value hidup yang sama, mau mendengar aspirasi saya sehingga apa yang saya katakan tidak dipatahkannya begitu saja. Pasangan yang bisa diajak bekerja sama menjadi partner hidup dalam membesarkan anak-anak kami kelak. Pasangan yang memiliki lingkaran pergaulan yang membuat saya nyaman. Pasangan yang memiliki interest yang sama sehingga kami betah berlama-lama jalan bersama. Maka jika kami membangun rumah kami nanti, kami punya pandangan yang sama seperti apa rumah kami kelak.
 
Thats why saya cukup banyak berpikir dan menimbang.
Thats why saya agak keras pada orang yang sukanya nggombalin saya. Dingin.
Thats why saya terlihat galau tapi keras kepala tapi pemilih
 
Yeah, doakan saya mas, mbak. Dari kecil saya selalu memperjuangkan pilihan hidup saya. Jadi sepertinya lelaki calon bapaknya anak-anak saya juga harus saya perjuangkan melalui doa. Wish me luck :)
 
ps: i love you all mas mbak, thanks for loving me too..
Curhatan ini emang agak emosional. Ditulis kala hujan datang, keluarga residen tak kunjung pulang, laper belum buka puasa.
 
 
 
 
 
 
 

Selasa, 16 Desember 2014

Everything happens for a reason

Klise banget sih. Tapi begitulah yang saya rasakan...

Sabtu, 13 Desember 2014 saya diijinkan Tuhan untuk pulang kampung. Kebetulan ada acara pelatihan di Jogja. Kebetulan juga simbah sedang sakit, sedang operasi, jadilah ada alasan untuk pulang tanpa ada guilty feeling meninggalkan pekerjaan yang lagi banyak .. hehe..
 
Entah kenapa, di saat menunggu simbah, tante dan om memaksa saya untuk ikut kondangan. Ada dua resepsi yang kami hadiri. Ternyata yang jadi pengantin adalah kakak kelas SMA saya semua. Di resepsi kedua, saya melihat sesosok wajah. Kami bertemu pandang. Saya kenal sosok itu. Dia adalah kakak kelas SMA saya. Ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas) yang ngehits banget saat SMA dulu. Mas X ini putih, tinggi dan berwibawa. Mungkin dahulu saya sempat ngefans sama mas ini. Tapi memori saya seakan terkunci. Saya betul-betul tidak ingat namanya siapa. Anehnya, kami sempat jalan berbarengan untuk salaman bersama pengantin. Dia datang dengan ibunya yang cantik tapi sudah mulai sepuh. Saya sempat deg-degan juga saat itu berjalan beriringan dengan mas ini. Aduh, mas nya ganteng lha wong ibunya cantik. Care sama ibu lagi. Jarang-jarang kan ya ada lelaki begini. Langka. Saya sempat curi-curi pandang padanya. Ingin menyapa tapi tak kuasa. Habisnya saya nggak tahu namanya sih. Lupa. Betul-betul lupa. Dan bakalan aneh kalau tiba-tiba menyapa. Saya ini siapa? Dulu pas SMA juga cuma butiran debu. Haha
 
Oke balik lagi. Saking penasarannya, saya berusaha sekuat tenaga memutar memori. Terungkaplah sebuah clue. Well, langsung saya chat kakak kelas saya. Mbak Ririn namanya. Dia anak OSIS. Pasti tahu lah sama mas ini. Kami berbincang soal mas ini. Nggak banyak sih. Tapi saya seneng banget bisa tahu nama panjang si mas. Udah itu thok. Saya cerita kalau saya penasaran pada mas ini. Sayangnya pas resepsi saya nggak bawa HP jadi saya nggak bisa foto si mas X. Ya wis kemudian kami malah berbincang seputar kehamilan Mbak Ririn.
 
Selasa, 16 Desember 2014 BBM saya macet sejak pagi. Tidak ada pembaruan. Setelah saya refresh ada puluhan pembaruan. Well, napas saya langsung tercekat. Badan saya lemes. Lemes sekali membaca DP teman saya. Innalillahi Wainnailaihi rojiuun semoga khusnul khotimah mas Niki Adam. Mas yang beberapa hari lalu saya tatap malu-malu itu dipanggil Tuhan tiba-tiba. Ya Allah... Memori saya langsung flashback pada pertemuan kami di gedung resepsi. Betapa saya masih ingat wajahnya. Saya ingat dengan jelas baju batik yang dia kenakan. Dan saya ingat wajah ibunya yang cantik, teduh, dan sudah sepuh itu. Ya Allah.. saya yang cuman bertemu dalam hitungan menit saja merasa sangat kehilangan. Bagaimana dengan ibunya? Hiks.
 
Everything happens for a reason.
Melalui mas Niki Adam saya diingatkan Tuhan soal kematian. Saya sering lupa bahwa suatu saat saya akan kembali pada Pencipta saya. Kematian itu pasti. Mau muda mau tua. Hanya tinggal menunggu waktu.
Ya.. tidak ada yang kebetulan.
Sugeng tindak mas Niki Adam. Mugi khusnul khotimah.