Senin, 15 Juli 2013

Walaupun Kita punya Keterbatasan, tapi Tuhan punya Keajaiban


Pernahkah merasa tak berdaya dengan rentetan tuntutan?

Pernahkah merasa tak sanggup menghadapi tumpukan kesulitan?

Pernahkah merasa terpojok oleh kesulitan yang menghimpit?

Hmmm..

Sebagai manusia biasa, saya pernah akrab dengan rentetan tuntutan, berbagai kesulitan, dan terpojok dalam situasi yang sulit. Sepertinya sudah tidak ada daya lagi untuk berjuang. Rasanya sudah mengerahkan tenaga maksimal tapi sudah mentok. Tak kuat lagi melangkah. Mau ngeden? Mau main curang? Jujur saya tidak sanggup.

Satu contoh, saat itu saya dan Ardias sedang sibuk dengan PKM (Program Kreativitas Mahasiswa), KKN, dan tugas-tugas kuliah yang naujubillah banyaknya. Mengurusi PKM saja rasanya sudah jungkir balik. Kami benar-benar mengabdi untuk urusan PKM itu. Mengurus proposal lah. Birokrasi lah. Administrasi lah. Tetek bengek urusan PKM harus kami handle sendiri berbarengan dengan urusan KKN yang sedang sibuk-sibuknya cari pendanaan dan tugas kuliah yang hampir setiap hari mengumpulkan paper dan laporan. Mungkin benar kata Peterpan, serasa kaki di kepala, kepala di kaki. Kami pontang panting membagi waktu kami. Banyak waktu kuliah yang kami korbankan. Kami sudah sering ijin. Dan tibalah saat kami harus membayar uang KKN. Tapi kami hanya punya waktu maksimal satu jam saja di tengah waktu ‘luang’ kami. Tidak boleh lebih dari itu karena Dias sudah tidak punya stok waktu untuk membolos. Dia sudah kebanyakan membolos, jika hari itu dia membolos, ia terancam tidak bisa ikut ujian. Baiklah. Karena urusan bayar membayar tidak bisa diwakilkan dan harus dibayarkan pada hari tertentu sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan, kami pun berangkat menuju BNI. Begitu sampai disana, duhai ibu, Bank sebesar itu sudah macam pasar. Lobby BNI penuh sesak oleh customer Bank dan para mahasiswa yang akan membayar KKN. Kami masuk seperti orang linglung saja. Celingak celinguk kemudian dihampiri satpam. Biasalah satpam Bank menyapa dengan ramah. Tanpa ditanya pun mereka sudah paham bahwa kami adalah mahasiswa yang mau bayar KKN. Satpam tersebut menyuruh kami untuk ambil antrian dulu. Kami diminta memencet mesin untuk ambil kertas antriannya. Entah mendapatkan nomer berapa saat itu. Kami hanya ndomblong melihat antrian. Penuh sesuk begitu. Entah kami harus menunggu berapa puluh nomor. Sepertinya waktu itu adalah tenggat waktu pembayaran, atau hanya hari itu yang bisa kami luangkan untuk membayar ya. Saya sudah lupa. Kalau tidak salah, dari cerita teman-teman yang sudah membayar, ngantrinya bikin keriting karena saking banyaknya. Pikiran saya sudah macam-macam. Bagaimana kalau nanti nggak bisa ikut kuliah. Bagaimana kalau ngantri sampai siang. Bagaimana dengan pekerjaan kami yang belum terselesaikan. Dan akhirnya saya blank. Saya suruh Dias untuk duduk. Syukurlah masih ada tempat duduk untuk kami berdua. Jujur, kenapa saya suruh duduk, soalnya saya sudah lemes dan nggak bisa mikir lagi. Sudah pasrah aja begitu. Pasrah sepasrah pasrahnya. Mau telat kuliah ya monggo lah.

Eeeh baru duduk sebentar ada petugas yang menghampiri, petugas tersebut menanyakan apakah kami mau membayar KKN. Kami jawab iya. Kemudian petugas tersebut menyuruh kami naik ke atas. Katanya kami akan dilayani di ruang atas karena antrian banyak. Sampai di lantai dua kami celingak celinguk karena tidak ada mahasiswa lain selain kami yang membayar di lantai atas. Kami hanya menunggu sebentar saja, lalu ditemui oleh petugas, membayar, tandatangan dan beres! Tak sampai sepuluh menit! Dan setelah itu nggak ada lagi yang disuruh naik ke atas untuk melakukan pembayaran seperti kami.

What a miracle!

Teman saya misuh-misuh waktu saya ceritakan bahwa kami tak perlu ngantri sampe keriting. Dan hanya sepuluh menit! Hehe. Dias dan saya bisa masuk kelas lagi. Nggak perlu mbolos! Yess! Kami nggak perlu Titip Absen atau TA demi menyelamatkan absensi kami yang diambang batas toleransi. Dias dan saya selamat dari kecurangan. Yeaay :) 

Sesudah kesulitan ada kemudahan.

Dan sesudah kesulitan ada kemudahan.

Allah bahkan mengulanginya dua kali dalam ayat 6 dan 7 surat Al Insyiroh. Itu yang selalu saya pegang. Janji Allah itu pasti. Ketika sudah maksimal usaha kita. Lalu kita mentok pada jalan buntu, akan selalu ada pertolongan selama kita yakin. Biarlah Allah dengan kuasaNya yang menyelesaikan permasalahan kita.

Sebuah Quote menarik dari Jaluddin Rumi mungkin bisa menjadi ilustrasi. “Dan jika semua jalan ditutupNya, akan ada jalan tersembunyi yang dibukakan Allah SAW yang tidak pernah akan kau bayangkan sebelumnya”. Ya. Kita tidak pernah tahu rahasia Allah. Bahkan Nabi pun juga tidak pernah tahu jalan apa yang Allah persiapkan untuk mereka. Saya selalu ingat petikan kisah yang ditulis Salim A Fillah tentang para Nabi.

Ketika Nabi Musa AS terpojok oleh tentara Firaun di Laut Merah, beliau tidak pernah tahu mengapa Allah menyuruhnya mengetukkan tongkatnya di sebuah batu. Ketika Allah perintahkan untuk mengetukkan tongkatnya, Ia lakukan saja dengan keyakinan. Ternyata Allah belah Laut Merah. Allah ijinkan Nabi Musa dan pengikutnya untuk menyusuri Laut Merah, berlari menghindari Firaun.  

Nabi Nuh AS, tidak pernah tahu mengapa Allah menyuruhnya membuat bahtera sebesar itu padahal mereka berada di dataran yang jauh dari perairan. Beliau hanya melakukannya karena iman kepada Allah. Meski disangka gila. Meski dicerca. Beliau tetap teguh pada keyakinannya. Ternyata Allah datangkan air bah. Ternyata bahtera itu digunakan untuk menyelamatkan Nabi Nuh AS dan pengikutnya yang beriman.

Nabi Ibrahim AS tidak pernah tahu jika kemudian Allah mengganti puteranya Nabi Ismail AS yang nyaris akan disembelih dengan domba besar. Bayangkan betapa terpojoknya Nabi Ibrahim kala itu. Ismail adalah putra yang ia nantikan berpuluh-puluh tahun. Namun, ia rela, dengan iman kepada Allah ia laksanakan apa yang ia yakini sebagai perintah Tuhannya. Maka Allah ganti keimanannya dengan peristiwa besar Idul Adha.

Satu kata! Yakin. Allah menjanjikan kemudahan bagi orang-orang yang telah melakukan segala sesuatu secara maksimal kala dihadang kesulitan. Allah memerintahkan kita untuk berikhtiar, untuk berusaha. Selama yang kita lakukan adalah sesuatu yang positif, keajaiban itu akan datang secara tak disangka pada saat yang tak terduga. Tentunya, pada saat yang tepat! J


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar