Senin, 17 Desember 2012

Jagoan lalu lintas part 1,



Ini saya lakukan untuk menebus janji saya dalam hati. :D

Yeah... dua tahun sudah saya dan teman-teman menciptakan sebuah game bernama Jagoan Lalu Lintas. Dalam blog saya sebelum saya pernah menyinggung soal game ini. Ya mungkin banyak (hahah, emang siapa? :P) yang penasaran gimana sih kok bisa sampai terbentuk jagoan lalu lintas. Emang gimana? Oke baiklah. Mungkin anda perlu menghidangkan popcorn, atau marning, atau keripik singkong, atau camilan apalah untuk menemani cerita ini karena ceritanya paaaaaaaanjaaaaaaaang sekali. Huft. Boleh juga anda menyiapkan tissu atau baju anda kalo kepepetnya ga ada alat yang bisa digunakan untuk mengusap peluh dan air mata karena mungkin cerita ini akan mengharu biru cetar membahana badai. Lebay mode on. 

Siaaaaaaap! Jangan lupa, Pastikan bunyi klik untuk mengencangkan gesper helm Anda.. lho? Opo iki? Lhah ini adalah bagian dari level 1 jagoan lalu lintas masbrow. Bab pengenalan helm. Silakan dicoba-coba, diinget-inget dan temukan dimana part ini berada.. heheheeeey.

Ehmmm ehm.. Mas mas dan mbak-mbak sekalian. Adik-adik tercintah. Bapak ibu yang saya hormati,
Adalah petualangan kami bermula dari sebuah ide yang dicetuskan saat mata kuliah Psikologi Sosial semester 2. Saya, Ardias Nugraheni dan Diany Ufieta secara kebetulan berada
dalam sebuah halaqoh diskusi. Kami diminta untuk mendiskusikan sebuah topik menarik dari dosen paporit kami Prof. Djamaluddin Ancok yang kece abis itu, yaitu “How to make people obey traffic regulation”. Topik ini seru abeis buat dibahas. Kami antuasias sekali berdiskusi. Ya secara ya cyyn kita itu pengguna lalu lintas. Peramai lalu lintas. Yang bikin semrawut kan kita-kita juga. Entah karena kita nggak disiplin, entah karena ikut-ikutan orang ngelanggar lampu merah, entah karena polisi ga ada trus seenaknya ga pake helm, entah entah dan entaaaaaaahhh apa yang terpikir dalam benak kita sehingga ada saja godaan untuk melanggar lalu lintas.

Well, kalo ditanya kenapa kok banyak terjadi pelanggaran pasti dan yakin kita bakalan menyalahkan faktor eksternal. Nyalahin lingkungan. Ga ada marka lah. Rambunya ga nyala lah. Rambu ga kelihatan lah. Nyalahin penegak hukum yang ga komit untuk menegakkan hukum. Ribuaaaan alasan. Ya maklum deh namanya manusia, fitrohnya suka defense, suka denial. Hehe. Sukaaaaaaa banget nyalahin polisi yang katanya nih mudah disogok. Kalo ngelanggar lampu merah, kalo ga pake helm tinggal bayar aja. Pasal 50 katanya. Maksudnya tinggal keluarin duit 50 ribu aja kalo kena tilang dan males sidang. Udah jadi rahasia umum ini. Semua juga gitu kok. Tuh buktinya pada ngelanggar didiemin ajah.

Heeeemmm. Kalo menurut saya ini sih permasalahan krusialnya justru ada pada faktor internal manusianya, ya pengguna ya penegak hukumnya. Dua-dua nya punya kontribusi. Kalo soal pembenahan sikap polisi sih itu urusan polisi ya, institusi ini pasti punya mekanisme untuk menghilangkan stereotip “mudah disogok kalo ditilang” melalui berbagai upaya. Tapi sebagai mahasiswa psikologi, kapasitas kami ada pada penanaman sikap tertib lalu lintas pada individu yang menjadi pengguna lalu lintas. Mereka perlu tahu dong, kalo ga tertib berlalu lintas itu urusannya sama nyawa bung! Berapa nyawa coba yang melayang setiap harinya gara-gara ga mematuhi keselamatan lalu lintas. Berapa orang yang akhirnya cacat, ga produktif gara-gara kecelakaan. Statistik sudah bicara bung. Mau NGELES?

Oke... slow mbak...
Huft. Sory nih malah jadi esmosi. Haha. Yang nulis lagi PMS soalnya... :D
Okeee... lanjuuut.

Jawaban dari “How to make people obbey traffic regulation” tentu saja beragam. Ada yang menekankan soal punishment yang berat bagi pelanggar. Berat dalam hal sanksi sosial. Emm actually ini sih salah satu ide konyol saya yang kayaknya nekad saya posting di milis. Tapi mungkin juga malah ga jadi saya posting saking konyolnya. Lhah saya udah lupa. Hehe. Tapi saya bener-bener kasih ide ini waktu diskusi. Saya bilang biar pada jera ga ngelanggar lampu lintas, kita pasang aja kamera di tiap traffic light. Kasih sensor pelanggar. Kalo yang ngelanggar dicapture wajahnya. Trus dicetak segede spanduk. Trus dipasang deh disana.   Bisa dibayangin kan gimana malunya... ^^

Dari diskusi kami itu, kami kemudian mengklasifikasi beberapa intervensi menurut usia agar lebih efektif membuat orang-orang taat, tertib dan beretika ketika berlalu lintas. Dari usia anak-anak, remaja hingga dewasa. Salah satunya adalah menginternalisasi pendidikan tertib lalu lintas melalui game pada anak-anak. Menurut kami cara ini bisa jadi salah satu cara yang efektif. Karena, jika pendidikan tertib berlalu lintas ditanamkan sejak dini maka sepuluh tahun kemudian jika anak-anak sudah menjadi pengendara diharapkan mereka jadi lebih aware terhadap keselamatan diri sendri maupun orang lain. Apalagi diedukasi dengan cara yang fun, melalui game. Anak kecil mana sih yang ga suka yang gede aja suka? :D Dan, dari sekian banyak ide yang tercetus, entah siapa yang mencetuskan, mungkin saya, mungkin tata, mungkin dias, ide membuat edu game buat pendidikan tertib lalu lintas ingin benar-benar direalisasikan oleh teman saya Ardias. Dia berjanji dalam hati bahwa ide ini harus diwujudkan. Ini mimpinya! Harus menjadi kenyataan! Harus!!!!

Setahun berselang. Mimpi itu masih saja membayang di benak teman saya Dias. Dia ingin ide ini direalisasikan dalam PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) yang agung itu biar kami dapat dana untuk membiayai pembuatan game ini. Pasti ada yang tanya, PKM itu apa sih? Oke, simak ini baik-baik ya. Jadi PKM itu adalah ajang perhetalan kaum intelektual muda, para akademisi lintas ilmu yang mempertaruhkan kecerdasannya melalui ide-ide orisinil nan cemerlang  yang membawa kemanfaatan bagi hajat hidup orang banyak sesuai sila-sila Pancasila. Terus terang otak saya yang pas-pas-an ini cukup megap megap mencerna akronim itu jadi segini saja penjelasannya, jika masih belum jelas tanyakan saja pada mbah gugel, kalau mbah gugel geleng kepala tidak tahu, tanyakan saja pada mbah dukun.Oke!

Charlie's angel. halah.. Dari kanan, saya, dias dan tata. 
Balik ke topik. Emm walaupun ide game edukasi itu tercetus di semester 2 tapi baru di semester 5 kami benar-benar bisa merealisasikannya. Ini karena dua orang teman saya yang superjenius ini, Dias dan Tata sudah sibuk dengan PKM masing-masing yang subhanalloh banget lolos dibiayai DIKTI. Dias fokus pada studi kebencanaan sedangkan Tata permasalahan korupsi. Dan saya, alhamdulillah, berhasil ngirimin proposal PKM dan mandeg saja gitu di meja adminstrasi tingkat universitas.Alhamdulillah lah setidaknya udah usaha. XD

Putaran PKM tahun berikutnya begitu ramai dipublikasikan. Dias sudah tidak tahan. Otaknya panas, hatinya mendidih, tekadnya bergejolak. Kali ini harus terwujud begitu kata hati Dias. Well. Saya terkintil-kintil seperti anjing diiming-imingi belulang sapi saat mengikuti Dias mengejar impiannya itu. Kami, saya dan tata betul-betul dikomporinya untuk segera merealisasikan ide game lalu lintas. Omigooot. Mulutnya Dias ini sungguh kayak kompor mleduk. Provokatif dan persuasif sekali. Bikin saya ternganga-nganga kala mendengarkan argumennya tentang manfaat game ini. Tentang potensi kami menuju pimnas dan kata Dias nih kalo kami bisa presentasi di pimnas langsung bisa ujian skripsi dengan lancar. Syuuurga banget deh.

Tapi toh untuk menggapai mimpi sesurga itu tak semudah menggapai rambutan yang tinggal jinjit ato pake genter aja uda bisa nyampe ranting yang penuh dengan gerombolan rambutan merah penggugah selera. Proses ini saya rasakan cukup berdarah-darah dimulai dari pembuatan proposalnya saja. Ya.. dari pembuatan proposal saja kami dihadapkan pada tantangan setinggi gunung. Baru bikin proposal jalannya uda berliku. Saik kan mamen!!! *tsaaaaah. *kibasin rambut, eh saya berkerudung ding jadi kibasin ekor ajah.. lho? :D

Kenapa berliku?

Pertama karena saya, dias dan tata merupakan kumpulan manusia humaniora yang tentu saja gelap soal produksi game. Manalah kami tahu soal itu. Jadilah kami menguber ke segala penjuru yang potensial didiami programmer game.

Kedua. Untuk bisa menemukan para programmer ini bikin keriting deh. Jadi awalnya Dias memberikan kriteria programmer dengan background jurusan Teknik Elektro. Harap diketahui bahwa di kampus Teknik Elektro UGM ada juga Jurusan Teknik Informatikanya, jadi menurut instingnya Dias, kesanalah kami akan mencari. Sebetulnya pas awal-awal akan bikin proposal sudah ada kakak kelas Dias yang direncanakan turut bergabung. Menurut Dias mas ini miliki keahlian bikin game. Tapi ternyata kami tidak berjodoh dengan si mas ini. Hmmm.

Teman seangkatan Dias lainnya yang kuliah di jurusan Elektro dan digadang-gadang bisa kami ajak bekerjasama pada mental semua. Mereka tidak bisa bergabung dengan berbagai alasan dari mulai urusan teknis hingga non teknis. Usaha saya untuk mencari programmer juga nihil. Berkali-kali saya mencoba menghubungi teman masa SMP dan SMA dulu, tapi ternyata mereka sudah terlibat dalam proyek PKM sendiri. Saya kemudian menghubungi teman yang jujur saja saya lupa siapa namanya. Hehe. Dia saya mintai tolong untuk mencarikan rekomendasi programmer.  Akhirnya oleh teman saya yang sungguh saya lupa namanya ini, saya diinstruksikan untuk menghubungi teman SMA kami yang canggih otaknya di bidang Ilmu Komputer, namanya Ahmad Priatama. Saya hubungi mas Ahmad ini, tapi sayang karena otaknya yang terlalu canggih ia sudah memegang 2 proyek PKM sekaligus kala itu. Kalau saya tidak keberatan, ia mau saja terlibat dalam proyek ini. Ehm tapi kami berbijaksana untuk tidak menambah beban Ahmad. Ya sutra lah. Usaha untuk mendapatkan Ahmad nihil. Oya sekarang saya ingat nama teman saya yang merokemendasikan Ahmad, namanya Riris. Hidupnya pernah diselamatkan Ahmad kala kuliah dulu. Proyek yang ia kerjakan bersama teman-teman sekelompoknya disempurnakan Ahmad dalam waktu 1 hari saja dan kabar baiknya ia mendapatkan nilai B dari dosen killer yang kalau kasih nilai hanya mentok di C. Kabar baiknya lagi, Ahmad kini jadi teman satu kantor saya yang baiiik sekali hatinya. Allah baik sekali yah :D

Apa kabar dengan Tata? Dia sebenernya sempoyongan juga mencari programmer dan setelah Dias mentok karena teman terakhir rekomendasi Dias menolak bergabung karena kebanyakan proyek, Tata akhirnya muncul dengan ide brilian.

“Kenapa kita ga bikin kemitraan sama perusahaan software game skala lokal?”

Wait. Kok ga kepikir ya. Bener juga! Oke langsung eksekusi! Cariiii!!! Serbuuuuu!

Tapi etapi pertanyaan yang brilian ini ternyata kembali menggiring kami pada kemumetan karena kami belum punya referensi. Walhasil kami sibuk menghubungi teman-teman kami lagi. Saya lagi-lagi  mentok. Saya pesimis proyek ini akan berhasil sebab  batas waktu pengumpulan proposal tinggal menghitung hari dan kami tak kunjung bisa menggandeng programmer. Tapi ternyata Allah memberikan jalan terang di tengah optimisme kami yang sudah menggiriskan kadarnya. Tata menyodorkan sebuah nama yang harus kami hubungi. Namanya Rafdi, mahasiswa MIPA yang punya wewenang di Omah IT, salah satu pengembang software lokal. Saya mencoba merecall memori saya. Mengendus namanya membuat saya ingat akan sesuatu. Yap! Ia adalah teman yang saya temukan di sebuah proyek PKM kakak angkatan, dimana saya terlibat sebagai fasilitator. Karena saya mengenal Rafdi jadilah saya yang ditumbalkan teman-teman untuk menghubungi Rafdi. Mereka berdalih saya sudah punya link dengan Rafdi tentu akan lebih mudah untuk meminta bantuannya (baca: merayunya) pinta kedua teman saya ini sambil mengerjap ngerjap. Pahiiit banget kan? Kenapa gitu? Lhah soalnya kami beda operator mamen! Dan saya sering gatal jika harus bertele-tele dengan SMS. Bagaimanalah saya tak jatuh miskin jika bertelepon puluhan menit tanpa gratisan? Yanasib...
Lelah mencari programmer yang kami harapkan membuat kami berada di titik kepasrahan dan justru di titik ini Allah mempermudah jalan kami. Ternyata mudah saja untuk menghubungi Rafdi. Step pertama aman. Hidung saya mekar. Kabar baiknya ia tak bergabung dalam PKM manapun tahun ini. One step closer. Saking senangnya badan saya melebar. (ya kalok ini mah emang uda lebar dari sononya, hahah). Bayang-bayang PKM kami akan lolos Pimnas memburu kami. Mata kami berbinar-binar.

Singkat cerita kami bertiga akhirnya bikin janji menemui Rafdi. Rafdi, masih saja sama seperti saat saya menjumpainya dulu. Tersenyum hangat menyambut kami. Saat kami utarakan maksudnya, ia dengan senang hati mengiyakan pinangan kami. Merdu sekali kata-kata itu berdenging di telinga saya. Hanya saja ia mengatakan jika kapabilitasnya kurang oke di bidang game. Menurut Rafdi ada temannya yang lebih berbakat, namanya Firdaus Ismail Sholeh alias Mail. Sungguh rendah hati dan realistis si Rafdi ini. Ia berbaik hati memanggil Mail untuk bergabung dalam forum kecil kami. Dan bagai mendapat durian runtuh, Mail yang brilian di bidang game, memenangkan berbagai kompetisi berbasis IT pula, dengan senang hati, tersenyum lebar, selebar badannya, ups!!! :D mengatakan bahwa ia bersedia bergabung dengan kami. Ia berjanji akan mencarikan 1 orang personel lagi yang memiliki kemampuan di bidang art. Ohh kala itu tubuh saya seperti kempes lagi saking leganya.. hohohooo. 

Masih akan dilanjutkan kok. Sabar yah. Orang sabar jalan rizkinya lebar.. hehe. Amiiin. ^^




 



       

2 komentar:

  1. kaaa... aku baca ini ketawa-ketawa sendiri, padahal di depanku temen2ku pada presentasi.ayo lanjutin part-part selanjutnya...

    BalasHapus
  2. by the way "Ahmad kini jadi teman satu kantor saya yang baiiik sekali hatinya. Allah baik sekali yah"
    ehem...

    BalasHapus